Selasa, 14 Juni 2011

Legenda “Tanjung Setan” Ngalupolo

p70101163










Bagi masyarakat Kabupaten Ende, Flores, NTT, “Ngalupolo” sudah tidak asing lagi. Kampung tradisional di kawasan perbukitan tandus pesisir pantai selatan berjarak tempuh belasan kilometer dari pusat Kota Ende ini, memang “terkenal”. Terkenal, lantaran mitos keganasan “Tanjung Setan”.

DALAM bahasa Ende-Lio, Ngalupolo merupakan gabungan dua suku kata, yaitu, Ngalu dan Polo. Ngalu artinya tanjung atau daratan yang menjorok ke laut, sedangkan Polo artinya, suanggi/setan atau leak dalam bahasa Bali. 
Nah, apabila kedua suku kata itu digabungkan, menjadi Ngalu-polo, maka artinya, tanjung setan (suanggi) atau yang lebih populer di masyarakat Ende saat ini disebut “tanjung ganas”. Ganas, lantaran dianggap keramat karena ada embel-embel setan. Selain itu, karakteristik pantainya pun memiliki karang terjal dan ombak besar.

Secara kasat mata, Ngalupolo, tak ubah dengan tanjung-tanjung pada umumnya, dimana sebentuk daratan yang menjorok jauh ke tengah laut. Banyak versi tentang legenda “Tanjung Setan” Ngalupolo. Masyarakat setempat meyakini, Pantai Ngalupolo memiliki kekuatan mistis yang luar biasa, karena kawasan itu bersemayam roh leluhur mereka (Demulaka). Konon, Demulaka adalah orang pertama yang mendiami (bermukim) di Ngalupolo sejak ratusan tahun silam, hingga beranak cucu sampai sekarang. Seiring waktu, keturunan Demulaka terus berkembang biak dan mereka mulai membangun pemukiman di darat tak jauh dari pesisir pantai Ngalupolo. Lokasi pemukiman itulah yang dinamai Kampung Ngalupolo. Hingga sekarang, orang Ngalupolo meyakini, leluhur mereka Demulaka bersama seekor anjing piaraannya berwarna putih dengan postur sebesar anak kuda yang diberi nama Lako Dota masih setia menjaga Kampung Ngalupolo.

Berdasarkan cerita rakyat Ngalupolo dari turun temurun, tokoh Demulaka selalu digambarkan, sebagai seorang petualangan yang memiliki akal cerdas. Ia hidup berpindah-pindah tempat dan menempati goa sebagai tempat berlindung. Sejatinya, Demulaka sendiri memiliki kerabat, isteri dan anak, namun kisah tentang orang-orang dekat dalam kehidupannya tersebut tidak ditonjolkan, sehingga riwayat hidupnya seakan sebatang kara.

Di masa tua, Demulaka akhirnya memutuskan memilih tempat tinggal sebuah goa tepat di bibir tanjung Ngalupolo. Tujuannya tidak lain, memudahkan dirinya mencari ikan di pantai. Kala malam tiba, tak lupa ia menyalakan api unggun, untuk membakar ikan, umbi-umbian atau sekadar menghangatkan tubuh untuk mengusir dinginnya angin malam.

Tapi ironi, nyala api unggun setiap malam tersebut, menimbulkan persepsi lain oleh orang-orang yang menyaksikan dari kejauhan, termasuk para nelayan saat melintas di tengah laut. Orang-orang menganggap, penampakan nyala api di tanjung setiap malam, akibat perbuatan setan ketika menunjukkan eksistensi jahatnya, karena diyakini daratan terpencil semacam itu, tidak mungkin ada penghuni (manusia) bermukim di sana, kecuali, setan.
Mitos ada kekuatan “jahat” di pantai Ngalupolo semakin diperkuat dengan beberapa kali terjadi musibah nelayan terseret ombak ganas di tempat itu. Peristiwa ini akhirnya terus berkembang dari mulut ke mulut, sehingga pantai Ngalupolo dipercaya sebagai pantai gaib yang begitu menakutkan. Mungkin akibat ganasnya ombak hingga sering menelan korban inilah, akhirnya tanjung itu dinamai “Ngalupolo” alias “Tanjung Setan”.

Padahal bila ditinjau dari segi ilmiah, seperti yang terdapat dari berbagai sumber, baik buku-buku maupun yang tersebar di media online, sejatinya profil pantai selatan yang terkenal dengan keganasan ombak pada umumnya berkarakteristik sama, termasuk Pantai Ngalupolo. Dimana, munculya ombak berenergi kuat dengan ketinggian tertentu dikarenakan pantai berbatasan langsung dengan laut lepas. Nah, untuk pantai selatan Pulau Flores (Ende-Ngalupolo) sangat jelas yakni berbatasan dengan Laut Sawu.

Ada tiga faktor pemicu terjadinya ombak, yaitu arus pasang-surut (swell), angin pantai (local wind), dan pergeseran (turun-naik) massa batuan di dasar samudera.
Di pantai selatan manapun, kombinasi antara gelombang pasang surut dan angin lokal yang bertiup kencang, khususnya saat musim Barat, akan menimbulkan ombak besar. Di tempat-tempat tertentu, penggabungan (interference) antara gelombang swell dengan gelombang angin lokal dapat membentuk ombak setinggi 2 - 3 m atau lebih.

Bentuk morfologi dasar laut di sejumlah lokasi pantai selatan juga sangat memungkinkan terjadinya hempasan gelombang dahsyat ke pantai yang sekaligus memicu terjadinya arus seretan. Sebagai pantai yang mengalami pengangkatan (uplifted shoreline) dengan proses abrasi cukup kuat, profil pantai selatan umumnya memiliki zone pecah gelombang (breaker zone) dekat garis pantai. Akibatnya, zone paparan (surf zone) menjadi sempit.

Bila terjadi interferensi gelombang, maka atenuasi ombak akan terjadi sehingga membentuk gelombang besar. Karena daerah paparannya sempit, meski gelombang akan pecah di zone pecah gelombang, hempasan ombaknya masih dapat menyapu pantai dengan kekuatan besar.
Boleh percaya boleh tidak. Namun, mitos “Tanjung Setan” Ngalupolo terus diyakini masyarakat dari generasi ke genarasi. Khususnya kalangan nelayan mulai dari pesisir Ende, Wolotopo, Ngalupolo, Reka, Kekasewa, Wolokota, Nila , Nggela, Ndori bahkan hingga Maumere.

ditulis, Maret, 2011
***tulisan ini dibuat berdasarkan cerita rakayat dan kenyataan kehidupan masyarakat Ngalupolo, bila ada kekeliruan mohon penyempurnaan.

2 komentar: