Jumat, 02 September 2011

Indahnya Ngalupolo….

“Ngalupolo desa permai serta indah lagi jaya....(2x)
memang amat maju,
memang memang amat maju, amat maju, amat maju
Ngalupolo Desa Ngalupolo

tiga bukit baku sambung, baku sambung, baku sambung...
bukit Nua Ndewi,
bukit Limbu Lo’o, Nio Olo Ngalupolo
Desa Ngalupolo .....”

Bila melantunkan syair-syair dari lagu “Desa Ngalupolo” ini, rasanya membawa suasana hati kita (putera/puteri) Ngaluplo jauh ke masa silam, masa dimana ketika kita masih mengenahkan pakaian seragam merah-putih. 

Ya… maklum saja, lagu berirama ‘gelombang’ dengan kata-kata sederhana, dipopulerkan Bapak Karolus Sabhe ini bahkan bisa dikatakan sebagai mars, Desa Ngalupolo, sehingga wajib diwariskan dari generasi ke genarasi. Maka tak heran bila semua anak Ngalupolo bisa menyanyikannya.

Ine, ame, kae, aji, nara, weta lei sawe.., sesungguhnya, bila direnungkan dengan baik, makna  dari syair-syair lagu tersebut, sangatlah luas. Interpretasi lagu “Desa Ngalupolo”, tidak sebatas mengisahkan keindahan sebuah kampung nan asri yang berada di lembah serta diapiti deretan bukit di sekelilingnya. Namun, jauh dari itu, sang pencipta lagu mengisaratkan pesan sosial yang lebih mendalam kepada kita generasi sekarang dan akan datang, agar memahami potret Ngalupolo dengan segala isi yang sesungguhnya.

Lalu, seperti apa amanat sosial yang diingini pencipta lagu itu?

Ngalupolo adalah sebuah kampung berada dalam bingkai alam perbukitan yang kita kenal dengan frame, Bukit Limbu Lo’o, Nua Ndewi, Nio Olo..dan seterusnya. Keberadaan rumah-rumah penduduk tak tersekat oleh apapun, kita merupakan satu-kesatuan yang utuh sebagai orang Ngalupolo, to’o  gheta ulu  jeka lau wiwi ma’u.

Menjadi suatu kebanggan bagi kita, selain alam yang mempesona, lukisan keindahan Ngalupolo juga terekam jelas dari kehidupan masyarakat sehari-hari. 
Bayangkan, sebuah kampung yang dijejali tebing serta jurang terjal hingga terisolir belasan bahkan puluhan kilometer dari hingar-bingar kehidupan kota, namun masyarakatnya hidup tentram dengan dua pijakan keyakinan berbeda yaitu Katolik dan Islam. Inilah keindahan Ngalupolo yang sesungguhnya. Ibarat bunga, meski berbeda jenis hidup dalam satu taman, namun terlihat indah. Kira-kira itulah makna luas dari lagu Desa Ngalupolo seperti yang diingini sang pencipta.

Ebe ine, ame, kae, aji, nara, weta lei sawe… warisan keindahan kampung Ngalupolo dari para leluhur kita sudah sepatutnya dijunjung tinggi sebagai asset yang harus kita jaga. Apalagi “keindahan” yang kita miliki ini jarang ada di belahan daerah manapun, sebuah kampung terpencil dengan tingkat pendidikan masyarakat yang sangat rendah serta tradisionil di masa lampau, hidup membaur dua keyakinan berbeda.

Sadar atau tidak sadar, Gereja dan Masjid di Kampung Ngalupolo, merupakan bagian dari perjalanan hidup bermasyarakat kita bertahun-tahun, yang memiliki peran penting dalam pembentukan karakter mental setiap individu, akhirnya kita pun hidup rukun dan teguh dalam keutuhan Ngalupolo.

Pada titik inilah, dari hati yang paling dalam, kita putera/puteri Ngalupolo  pewaris generasi seterusnya di masa-masa mendatang diajak untuk terus memupuk kekayaan yang kita miliki ini. Masjid maupun Gereja adalah obyek vital wujud dari pembangunan iman kita. Dan akhirnya dari pengamalan semua itu, kita pun satu sebagai orang Ngalupolo yang indah, permai dan jaya  ***

1 komentar:

  1. wooowwww,,, Ngalupolo sungguh sangat menyenangkan,,, indahnya,,,,,,,,,, aq mau ahh ke Ngalupolo,, rasa-rasanya hidup ini belum lengkap kalau belum ke Ngalupolo eheheheehe

    BalasHapus